CERPEN
“BOLA” KARYA PUTU WIJAYA
KALIMAT
TIDAK BERMARKAH DAN BERMARKAH
DALAM
BAHASA INDONESIA
Oleh : Luh Yesi Candrika,S.S.
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Setiap orang memiliki cara dalam
mengungkapkan ide dan gagasannya. Termasuk seorang pengarang yang menulis suatu
karya sesuai dengan pengetahuannya dalam penggunaan bahasa. Bahasa sebagai
objek dari sastra, sekaligus menempatkan bahasa sebagai sebuah sistem tanda
yang tidak dapat dilewatkan begitu saja dalam bidang sastra. Penguasaan Bidang
sastra adalah tahap kedua atau lapis kedua setelah penguasaan bidang bahasa
(linguistik) sebagai dasar. Maka, satuan bahasa (frasa, kata, klausa, maupun
kalimat) yang dirangkai penulis dalam karangannya menjadi perhatian yang
pertama sebelum melangkah pada tujuan untuk memeroleh makna karya.
Kebebasan dalam berekspresi adalah hak seorang
pengarang dalam menyampaikan kreatifitasnya. Kreatfitas dalam penulisan karya,
sangat terkait dengan perhatian pengarang dalam menggunakan bahasa dan
penguasaan akan ke tata bahasaan. Atau dapat pula sebaliknya, yaitu terkadang
pengarang tidak terlalu memperhatikan mengenai persoalan ketatabahasaan. Fokus
pengarang adalah penyampaian ide, yang selanjutnya merupakan persoalannya
merupakan penerimaan karya tersebut oleh seorang pembaca. ). Kalimat umumnya berwujud rentetan
kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Setiap kata termasuk kelas
kata atau kategori kata, dan mempunyai fungsi dalam kalimat. Pengurutan
rentetan kata serta macam kata yang dipakai dalam kalimat menentukan pula macam
kalimat yang dihasilkan.
Perhatian menganai proses kepengarangan mengenai
penggunaan bahasa, maupun ketatabahasaannya terletak pada pola pembentukan
kalimat sebagai rangkaian pembangun dari sebuah teks. Teks merupakan rekaman
penggunaan bahasa oleh seorang pengarang dalam mengungkapkan ide dan
gagasannya. Recour, menyatakan bahwa teks adalah wacana (berarti lisan) yang
difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Inilah hakekat hubungan anatara tulisan
dengan teks (Pudentia, 1998 : 68). Sisi Humaniora sebuah teks sangat kuat,
yakni bersifat subyektif. Sejauh ini pengkajian sastra yang mampu menyampaikan
kebenaran-kebenaran melalui bantuan analisis bahasa dalam bentuk kata, frasa,
maupun kalimat sangatlah kurang. Sejatinya, batasan-batasan dalam pengkajian
sastra melalui pemaparan ciri-ciri linguistik mengarahkan hasil penelitian
sastra yang lebih objektif.
Variasi pola kalimat menghiasi sebuah karya, yang
dalam hal ini utamanya adalah sastra naratif dalam bentuk cerpen. Cerpen “Bola” adalah salah satu karya sastra
yang dijadikan objek guna mengamati penggunaan variasi pola kalimat tersebut. Cerpen “Bola” karangan
dari Putu Wijaya menampilkan struktur naratif yang kuat sebagai unsure
pembangunnya. Di sisi lain, karya-karya Putu Wijaya yang berupa cerpen juga
memiliki ciri khas dari pengerang lainnya. Penggunaan bahasa yang sederhana dan
tidak bertele-tele, menjadi karakteristik seorang Putu Wijaya. Dalam hal ini,
pengamatan akan cerpen “Bola” dari
segi ke tata bahasaannya, penggunaan dialog cukup banyak secara kuantitasnya.
Dialog-dialog ini menguatkan struktur naratif dari sebuah cerpen. Dari
dialog-dialog yang membangun cerpen tersebut, menunjukkan adanya pola kalimat
yang digunakan oleh seorang Putu Wijaya. Dengan demikian, maka pengkajian
mengenai struktur kalimat tidak bermarkah dan kalimat bermarkah, serta
presentase penggunaannya pada teks cerpen “Bola” sangat penting untuk
dilakukan.
2.
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat diformulasikan beberapa permasalahan dalam
penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimanakah
struktur kalimat tidak bermarkah dan kalimat bermarkah dalam bahasa Indonesia
pada cerpen “Bola”?
2. Berapakah
frekuensi dari penggunaan kalimat tidak bermarkah dan kalimat bermarkah dalam
bahasa Indonesia pada cerpen “Bola”?
3.
Konsep : Kalimat Tidak
Bermarkah dan Bermarkah
Suatu keutuhan wacana dibangun oleh kalimat-kalimat
yang menjadi satu kesatuan makna karya. Dalam hal ini, kalimat-kalimat yang
disajikan pengarang dalam mengungkapkan idiologinya diwakilkan oleh
kalimat-kalimat. Jenis kalimat yang dibahas pada kajian ini mengenai kalimat
tidak bermarkah dan bermarkah dalam bahasa Indonesia. Yang mengacu pada tata
bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, yakni pada dasarnya, kalimat dibedakan
berdasarkan (a) jumlah klausanya, (b) bentuk sintaksisnya, (c) kelengkapan
unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya (1998 :337). Maka, dalam
pengkajian ini lebih menonjolkan penelitian dalam bentuk sintaksisnya, guna
mengungkapkan penggunaan kalimat tidak bermarkah dan kalimat bermakah pada teks
cerpen “Bola”.
Kalimat tidak bermarkah dan bermarkah memiliki cara
yang berbeda dalam mengungkapkan sebuah kalimat. Hal ini dikarenakan, kalimat
tidak bermarkah dengan kalimat bermarkah memiliki struktur berbeda. Kalimat
tidak bermarkah merupakan suatu kalimat deklaratif positif, yang secara
sintaksis adalah suatu kalimat yang subjeknya selalu hadir dan biasanya
posisinya mendahului kata kerja (Quirck, 1985:803). Tipe kalimat tidak
bermarkah dalam bahasa Indonesia yang dimaksudkan dalam kajian ini, yakni cenderung
mengikuti struktur atau pola kalimat dasar. Kalimat dasar adalah kalimat yang
(i) terdiri atas satu klausa, (ii) unsur-unsurnya lengkap, (iii) susunan
unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (iv) tidak mengandung
pertanyaan atau pengingkaran.
Kalimat bermarkah merupakan kalimat deklaratif negatif
dengan pola fungsi dan struktur tertentu. Adapun pola yang dimaksudkan dalam
kalimat ini, yaitu di luar pola dari kalimat tidak bermarkah. Pada tipe kalimat bermarkah yang dimaksudkan
dalam kajian ini menggunakan struktur atau pola kalimat berdasarkan pada bentuk
dan kategori sintaksisnya, yaitu (i) berbentuk kalimat deklaratif negatif atau
berita, (ii) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (iii) kalimat
interrogatif atau kalimat tanya, dan (iv) kalimat eksklamatif atau kalimat
seruan.
4.
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan struktur kalimat tidak bermarkah dan
kalimat bermakah dalam bahasa Indonesia pada cerpen “Bola”. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengungkapkan
frekuensi penggunaan kedua kalimat tersebut, dalam rangka menentukan
kebermaknaan secara discourse dalam bahasa Indonesia pada cerpen “Bola”.
B. Metodologi Penelitian
Teori yang digunakan dalam pengkajian ini adalah teori Sintaksis struktural, yakni
mengenai struktur sintaksis, yang mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran
sintaksis (Chaer, 2007:206). Hal ini dilakukan, guna memudahkan mengkaji
struktur kalimat tidak bermarkah dan kalimat bermarkah. Selain itu, penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan berupa kata-kata. Pendekatan ini
menguraikan dan mendeskripsikan tipe dari kalimat tidak bermarkah dan
bermarkah. Dengan menggunakan sumber data yang diperoleh dari teks cerpen “Bola” karangan bapak I Gusti Ngurah
Putu Wijaya yang diterbitkan di Koran Kompas, pada Tahun 2010. Yang menggunakan
bahasa Indonesia. Untuk menganalisis struktur kalimat bermarkah dengan kalimat
tidak bermarkah, maka pada tahap pengumpulan data digunakan metode simak dan
teknik catat. Selanjutnya tahap analisis data, digunakan metode deskritip
analitik, kemudian pada tahap penyajian hasil analisis data, digunakan metode
informal yang perumusannya dengan menggunakan kata-kata biasa, serta
menggunakan metode formal dengan menggunakan angka-angka yang terkait dengan
presentase sebagai tolak ukur frekuensi penggunaan kalimat tidak bermarkah dan
bermarkah dalam bahasa Indonesia pada cerpen “Bola”.
C.
Analisis
1.
Struktur
Kalimat Tidak Bermarkah dan Bermarkah
1.1 Struktur Kalimat Tidak Bermarkah
Kalimat
tidak bermarkah merupakan kalimat deklaratif yang mengandung pernyataan positif
dengan berpola subjek dan diikuti oleh predikat. Pada pengkajian terhadapt teks
cerpen “Bola”, ditemukan pola struktur kalimat tidak bermarkah dalam lima tipe,
yaitu (1) SV, (2) SVO, (3) SVA, (4) SVC, dan (5) SVOA.
1.1.1
Tipe SV
Tipe SV adalah
tipe yang paling sederhana. Pada teks cerpen “Bola”, subjek dalam tipe ini berupa frasa nomina (FN),
selanjutnya setelah subjek diisi oleh kata kerja yang objeknya tidak hadir
(kalimat tak taransitif yang tak berpelengkap). Dalam pengkajian kalimat tidak
bermarkah pada tipe ini, kalimatnya hanya terdiri dari dua unsur, yaitu subjek
dan predikat.
Contohnya
:
Aku kecewa. (SV1)
S
V
Aku tak bisa mengelak. (SV7)
S V
Anak-anak itu tersenyum. (SV11)
S V
1.1.2
Tipe SVO
Tipe SVO pada
teks cerpen “Bola”, dilihat dari
verbanya, kalimat-kalimat pada tipe ini dapat dipasifkan. Tipe SVO, merupakan
kalimat paling umum, yang biasanya dikenal sebagai pola struktur kalimat bahasa
Indonesia. Istilah lain yang digunakan untuk struktur kalimat ini adalah SPO
(Subjek, Predikat, dan Objek). Subjeknya merupakan frasa nomina (FN), kemudian
diikuti dengan kata kerja yang objeknya hadir (kalimat Taktransitif yang
Berpelengkap Wajib). Kemudian setelah itu kehadiran objeknya berupa frasa
Nomina (FN).
Contohnya :
Anak-anak itu lebih suka hadiahnya.
(SVO1)
S V O
Mereka hanya pakai kaki. (SVO2)
S V O
Aku menghela napas. (SVO4)
S V O
1.1.3
Tipe SVA
Tipe SVA pada kalimat bahasa
Indonesia yang terdapat dalam cerpen “Bola”, yakni subjeknya berupa frasa
Nomina (FN), kemudian diikuti oleh kata kerja yang tidak diikuti objek (kalimat
Semitransitif). Kemudiaan kata kerja tersebut diikuti dengan frasa adjektiva
(FA).
Contohnya
:
Istriku
ketawa cekakakan. (SVA1)
S V A
Aku mengangguk lemah. (SVA2)
S V A
Mereka pandang-pandangan satu sama
lain. (SVA3)
S V A
1.1.4
Tipe SVC
Pada
tipe kalimat ini, hamper mirip dengan tipe SVA. Diawali dengan subjeknya
sebagai frasa Nomina (FN), kemudian diikuti dengan kata kerja yang objeknya
dapat hadir dan juga tidak dapat hadir (kalimat Taktransitif yang Berpelengkap
Manasuka). Kemudian diikuti oleh pelengkap (Complemen).
Contohnya :
Pak Haji
yang punya tanah juga sudah menawarkan sendiri. (SVC1)
S
V
C
Aku hanya menjawab dengan
senyum. (SVC2)
S V C
1.1.5
Tipe SVOA
Pada
tipe ini, merupakan kalimat tidak bermarkah yang juga umum sering digunakan dalam
penulisan baku pada bahasa Indonesia dengan istilah (SPOK), yakni Subjek,
Predikat, dan Objek. Struktur kalimat ini, dalam teks cerpen “Bola”, yaitu
diawali dari subjek yang berupa frasa Nomina (FN), kemudian kata kerjanya
menghadirkan objek (kalimat ekatransitif). Setelah itu diikuti dengan objek
yang berupa frasa Nomina (FN) dan diikuti oleh kata keterangan yang berupa
frasa Adverbial (FA).
Contohnya
:
Ami yang sedang baca buku
menoleh. (SVA2)
S V
O A
Mereka main bola lagi di jalanan.
(SVA3)
S V O A
Kakek sudah seneng, Spanyol
menang. (SVA4)
S V O A
1.2 Struktur
Kalimat Bermarkah
Pada
uraian di atas, sudah sangat jelas, bahwa kalimat tidak bermarkah merupakan
kalimat deklaratif positif dengan tipe struktur tersebut di atas. Berdasarkan
hal tersebut, maka kalimat bermarkah merupakan kalimat di luar dari kalimat
deklaratif positif, yaitu kalimat deklaratif negatif, kalimat Imperatif,
kalimat Interogatif, dan kalimat Eksklamatif yang tidak membentuk struktur tipe
di atas.
1.2.2
Kalimat Deklaratif Negatif
Kalimat
deklaratif (berita) dalam bahasa Indonesia pada teks cerpen “Bola”, yaitu berbentuk kalimat inversi
dengan fungsinya komunikatif. Yang dari segi bentuk penulisannya diakhiridengan
tanda titik. Namun, pada kalimat deklaratif negatif ini, selain polanya yan
tidak mengikuti pola pada deklaratif positif, tetapi juga ada penambahan kata ‘tidak’.
Contohnya
:
(1).
Olahraga itu disebut sport. (KD1 )
(2). Nah, ternyata dengan menonton
sepak bola, kita tidak hanya
menghibur diri, tetapi belajar meneguhkan mental. (KD2)
1.2.3
Kalimat Imperatif (Perintah)
Kalimat
Imperatif (perintah) dalam bahasa Indonesia pada teks cerpen “Bola”, yaitu berbentuk kalimat perintah,
sruhan, harapan, larangan, bahkan ajakan. Dari segi penulisannya, terdapat
partikel penegas. Susunan inverse sehingga urutannya menjadi tidak selalu
terungkap predikat subjeknya, yang terkadang hadir jika diperlukan. Struktur
kalimatnya terdiri dari predikat verbal dasar , adjektiva, atau frasa
preposisional yang sifatnya taktransitif. Selain itu, juga dimarkahi oleh
berbagai kata tugas modalitas kalimat.
Contohnya :
(1). Ya kalau mau supaya kami main di lapangan, bikinkan
lapangan dong!” (KI1 )
(Imperatif Transitif)
(2).
Ngawur! Lihat Spanyol!” (KI2
)
(Imperatif Taktransitif)
(3).
Jalan kan untuk motor, bukan buat main bola!” (KI9)
(Imperatif larangan)
1.2.4
Kalimat Interogatif (Tanya)
Pada
kalimat Interogatif dalam bahasa Indonesia pda cerpen “Bola”, yaitu terdapat
kehadiran kata apa, siapa, mengapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Yang diakhiri
dengan tanda Tanya (?) dan memerlukan jawaban dari lawan bicaranya.
Contohnya :
(1). “Maksudnya?” (Ki3 )
(2).
Bagaimana bisa hebat kalau tidak pakai otak? (Ki4 )
(3). “Siapa mereka?” (Ki5 )
(4). “Lho, sejak kapan Bapak
bergaul sama anak-anak itu? (Ki6)
1.2.5
Kalimat Eksklamatif (Seruan)
Pada
kalimat Eksklmatif dalam bahasa Indonesia pda cerpen “Bola”, yaitu digunakan
untuk menyatakan perasaan kagum atau heran. Dengan tidak menonjolkan subjeknya,
namun predikatnya adjektival. Selain itu, dari segi penulisannya diakhiri
dengan tanda seru (!).
Contohnya :
(1). “Anak-anak kampung yang suka main bola di jalanan itu!” (KE5)
(2).
Dulu marah-marah sama mereka,
sekarang malah bergaul. Aneh!” (KE6)
(3). Ya, karena kita mendapat
pelajaran! (KE7)
2.
Frekuensi
Penggunaan Kalimat Tidak Bermarkah dan Bermarkah dalam Bentuk Presentase.
2.1 Frekuensi
Kalimat Tidak Bermarkah
Jumlah keseluruhan
kalimat yang Tidak Bermarkah dalam bahasa Indonesia pada cerpen “Bola” sejumlah
33 kalimat. Maka presentasenye sebagai berikut :
Tipe SV : 16 Kalimat = 16 x 100 =
48,48 %
33
Tipe SVO : 5 Kalimat = 5 x 100 =
15,15 %
33
Tipe SVA : 5 Kalimat = 5 x 100 =
15,15 %
33
Tipe SVC : 2 Kalimat = 2 x 100 =
6,06%
33
Tipe SVOA : 5 Kalimat = 5 x 100 = 15,15%
33
Keterangan :
Berdasarkan pada hasil presentase
kalimat Tidak Bermarkah pada kalimat di atas menyatakan, bahwa kalimat dengan
tipe SV yang paling banyak digunakan diantara Tipe Kalimat Bermarkah lainnya,
yaitu 48,48 % dengan total kalimat sebanyak 16 buah kalimat.
2.2 Frekuensi
Kalimat Bermarkah.
Jumlah keseluruhan
kalimat yang Bermarkah dalam bahasa Indonesia pada cerpen “Bola” sejumlah 104
kalimat. Maka presentasenya, sebagai berikut :
Deklaratif : 2 Kalimat = 16
x
100 = 15,38 %
104
Imperatif : 25 Kalimat = 25 x 100 =
24,03 %
104
Interogatif : 39 Kalimat = 39
x
100 = 37,5 %
104
Eksklamatif : 38 Kalimat = 38 x 100 =
36,53%
104
Keterangan :
Berdasarkan pada hasil presentase
tasKalimat Bermarkah pada kalimat di atas menyatakan, bahwa kalimat Interogatif
paling banyak digunakan dengan presentase yang paling tinggi, yaitu 37, 5%,
dengan total kalimat yang digunakan sebanyak 39 kalimat. Hal ini menunjukkan,
bahwa kuantitas dialog dalam cerpen “Bola”
yang menggunakan kalimat interogatif sangat dominan yang biasanya dialog
tersebut terdapat dalam teks drama.
Berdasarkan pada seluruh jumlah
penggunaan kalimat Tidak Bermarkah maupun kalimat Bermarkah menunjukkan, bahwa
kalimat Bermarkah lebih banyak digunakan oleh pengarang. Hal ini menunjukkan
frekuesnsi bermarkah lebih banyak ditemukan, maka secara sintaksis
frekuesnsinya tinggi, namun kebermaknaan secara discourse atau teks menjadi rendah (umum). Karena Frekuensi tidak
cukup memberi kebermaknaan.
D. Penutup
Kalimat tidak
bermarkah dan bermarkah memiliki cara yang berbeda dalam mengungkapkan sebuah
kalimat dengan struktur berbeda. Kalimat tidak bermarkah dalam bahasa Indonesia
pada cerpen “Bola”, merupakan suatu kalimat deklaratif positif, yang memiliki
tipe SV, SVO, SVA, SVC, dan SVOA. Pada kalimat tidak bermarkah
terdiri dari struktur kalimat Deklaratif
negatif, Interogatif, Imperatif, dan Eksklamatif.
Berdasarkan pada
frekuensi penggunaannya menyetakan, bahwa kalimat Bermarkah Interogatif paling banyak digunakan,
yaitu 39 kalimat dari jumalah total kalimat Bermarkah pada teks tersebut, yaitu
104 kalimat. Dengan demikian, kebermarkahan lebih banyak ditemukan dan
frekuensinya secara sintaksis menjadi tinggi. Namun, kebermaknaan secara discourse menjadi rendah.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah,
Drs. A. Chaedar. 1987. Linguistik Suatu
Pengantar. Bandung : Angkasa.
Alwi, Hasan. 1998. Tata Bahasa Baku : Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Chaer,
Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia:
Pendekatan Proses. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Rineka Cipta.
Halliday,
M.A.K. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks
: Aspek-Aspek Bahasa Dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Pudentia,
MPSS, 1998. Metodologi Kajian Tradisi
Lisan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Sumarjo,
Jakob.,Saini, KM. 1991. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Swandana,
I Wayan. 2011. Kalimat Bermarkah dalam Bahasa Indonesia pada Cerpen
Desecretion. Tesis, Universitas Udayana, Denpasar.
Quirck,
Randolph and Sidney greenbaum. 1995. A University Grammar of English. Hong Kong
: Longman Ltd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar